Jumat, 12 November 2010

PENDAPAT ORANG TENTANG MUSIK POP


Dengan irama mendayu dan cengkok yang khas, plus lirik bertema cinta, boleh dikatakan musik bergaya Melayu merajai industri musik pop di Tanah Air tahun ini.

Di awal kemunculan SI 12 dan Kangen Band, empat tahun silam, grup band asal Bandung dan Lampung itu langsung menggebrak di pasar musik pop. Lalu, belakangan, muncul grup yang menawarkan warna sejenis, seperti Wali, Hijau Daun, dMasiv, Matta, dan Angkasa.

Musik yang mereka tawarkan adalah warna Melayu kombinasi, dalam arti tetap berciri nada minor dan mendayu-dayu namun diramu dengan cara bermusik modem yang progresif. Hasilnya, boleh dibilang, pasar musik pop tahun ini ada di genggaman mereka. Bukan cerita baru, penjualan album yang mereka luncurkan selalu mencapai ratusan ribu kopi, dan yang mengunduh lagu-lagu mereka untuk dijadikan ring back tone (RBT) menembus angka jutaan hanya dalam waktu singkat.

Memang, keberadaan para musisi ataupun band yang mengusung jenis pop dengan cita rasa Melayu marak belakangan ini. Bahkan, tidak sedikit musisi yang selama ini dikenal bukan pengusung musik Melayu sedikit meramu karya mereka dengan unsur Melayu yang mellow agar diterima pasar.

I ni.ik ada yang dapat disalahkan dalam hal ini, baik masyarakat maupun pelaku industri musik. Karena sudah menjadi hal yang alamiah jika masyarakat Indonesia lebih menyukai lagu yang bertendensi mellow" ujar pengamat musik, Denny Sakrie.

Jika dikaitkan dengan budaya, lanjut Denny, masyarakat Indonesia adalah ripe yang sangat sensitif. Tidak heran jika lagu-lagu bertema cinta laku di pasaran.

Menurut dia, tidak bisa dibantah hal yang melatarbelakangi sebuah musik menjadi marak di pasaran akibat sifat latah. "Ketika ada sesuatu yang sukses, tidak lama akan muncul pengekomya. Musik Melayu tengah menjadi tren itu tidak bisa disalahkan, tetapi yang menjadi kontroversial musik mereka menjadi seragam," ujarnya.

Hal serupa terjadi pada tema lagu. Maraknya tema cinta yang diwarnai dengan perselingkuhan yang diangkat oleh kebanyakan musisi atau band pop Melayu, menurut Denny, juga merupakan suatu bukti, masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan mengekor. Ini yang disebutnya bentuk kreativitas terhambat

Tetapi, di luar itu semua, Denny melihat kejayaan musik berciri Melayu saat ini tidak lepas dari siklus musik di Tanah Air. Sebab, jika ditelusuri jauh ke belakang, alunan musik Melayu pernah menjadi tren dan mengalami pasang surut sejak dekade 1950-an hingga 1980-an.

"Musik Melayu itu bagaikan siklus, dan kebetulan selera musik masyarakat kita sedang dalam masa di mana musik Melayu sangat diminati," ujar Denny. Sebut saja, kemunculan lagu Sepasang Mata Bola dan Juwita Malam ciptaan Ismail Marzuki, lalu kehadiran band seperti DLyod dan invasi band asal Malaysia, Search.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar